Senin, 21 Februari 2011

100 Kabupaten di Indonesia Rawan Pangan

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan pangan, bukan hanya kurang beras.

Pemerintah menetapkan sebanyak 100 Kabupaten dari 346 Kabupaten di Indonesia masuk dalam katagori rawan pangan.

Hal itu disampaikan Menteri Pertanian, Suswono dalam acara sosialisasi peta ketahanan dan kerentanan pangan di Lombok Barat.

Menurut Suswono pemerintah mengklasifikasikan daerah rawan pangan tersebut dalam tiga hal yaitu daerah yang penanganannya mendesak, daerah yang tingkat kerawanannya sedang dan daerah yang kerawanan pangannya merata.

Daerah yang mendesak untuk ditangani terdiri dari 30 Kabupaten yang berada di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan daerah yang tingkat kasusnya menengah juga terdiri dari 30 Kabupaten yang tersebar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat dan sebagian Maluku.

Sementara Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk dalam katagori daerah
yang ketahanan pangannya menyebar secara merata. Di NTB terdapat lima
Kabupaten yang masuk rawan pangan yakni Lombok Barat, Lombok Timur,
Lombok Tengah, Bima dan Dompu.

"Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan pangan, bukan semata-mata disebabkan kurangnya cadangan beras," kata Suswono didepan kepala daerah di Lombok Barat Sabtu 30 Januari 2009.

Lebih lanjut Suswono menjelaskan terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya kerawanan pangan. Salah satu faktor terpenting adalah meningkatnya angka kemiskinan disemua daerah. Selanjutnya minimnya akses tenaga listrik yang berindikasi pada lemahnya sektor ekonomi juga menjadi sebab kerawanan pangan.

Tidak hanya itu, kerawanan pangan juga dapat dilihat dari pertumbuhan anak-anak yang pada usia tertentu pertumbuhannya masih rendah. Masih banyak ditemukan di berbagai daerah anak-anak yang asupan gizinya tidak berimbang.

Dua faktor lainnya adalah akses transportasi dan akses air bersih. "Kalau roda dua saja nggak bisa lewat bagaimana mau memasok pangan,"ujarnya.

Sementara itu produksi padi di Indonesia tahun 2009 lalu mengalami surplus. Bahkan lahan pertanian yang berhasil melakukan panen seluas 500 ribu hektar meski sebagian lahan mengalami keterlambatan panen akibat El-Nino.

Tahun ini tepatnya pada bulan Februari dan Maret panen padi mencapai 2,3 juta ton. "Persediaan beras di gudang Bulog sebanyak 1,7 juta ton yang mengendap selama tujuh bulan. Sementara beras pemerintah yang dititip di gudang Bulog sebanyak 500 ribu ton,"kata Suswono.

•Sumber: VIVAnews

Banjir Tak Pengaruhi Produksi Pangan Nasional

 Pantauan dua minggu lalu, kerusakan yang terdata hanya 15 persen dari total kerusakan.

Bencana banjir dan iklim yang tidak bersahabat tahun ini, diprediksi tidak banyak mempengaruhi produksi pangan nasional.

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krinamurthi menuturkan, sampai pantauan dua minggu lalu kerusakan yang terdata hanya 15 persen dari total kerusakan rata-rata banjir lima tahun.

"Kerusakannya kecil sekali," ujar Bayu di Kantor Menko Perekonomian, Rabu 3 Maret 2010. Namun berapa angkanya, dirinya mengaku tidak ingat, alias lupa.

Dia mengakui, luasan lahan yang rusak akibat banjir dan bencana yang terjadi akhir-akhir ini perkiraanya juga tidak akan begitu parah. "Banjir kan memang selalu ada, meski BMKG memperkirakan masih berlangsung, tapi panen Maret tetap tidak akan terpengaruh," kata Bayu.

Kementerian Pertanian memperkirakan, panen raya bulan ini akan bisa memproduksi 10 juta ton gabah yang dihasilkan dari luas lahan panen skitar 2,2 juta hektar. "Asumsinya per hektare produksi lima ton," katanya.


• VIVAnews

Awas, Krisis Pangan Mengancam di 2011

 Tak hanya akibat harga yang melambung tinggi, cuaca ekstrim juga ancaman bagi masalah ini.

Pemerintah diminta bergerak cepat mengatasi ancaman krisis pangan yang akan melanda dunia tahun depan. Krisis pangan tersebut disebabkan oleh melambungnya harga bahan pangan, terjadinya kegagalan pangan di berbagai negara dan akibat cuaca ekstrim.

Menurut  Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Arif Satria dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 23 Oktober 2010, secara global kenaikan harga pangan dunia mencapai 35%.

Meroketnya harga makanan dunia ini, menurut Arif yang juga Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, disebabkan karena melambungnya harga benih jagung yang mencapai 36%, harga benih gandum yang mencapai 72%. Sedangkan pupuk melonjak hingga 59% dan harga pakan 62%.

Krisis pangan juga disebabkan karena cuaca ekstrim 2010. Menurut Arif, PISPI mengidentifikasi  tahun 2010 terdapat cuaca ekstrim di belahan dunia yang bisa berujung kelangkaan pangan, antara lain gelombang panas dan kebakaran hutan di Rusia (Juni 2010), banjir akibat hujan lebat di Pakistan, longsor akibat hujan lebat di China (7 Agustus 2010), pecahnya es di Greenland (5 Agustus 2010), kekeringan dan kebakaran di Australia, suhu panas di Amerika.

”Bahkan sampai pertengahan tahun depan intensitas dan frekuensi kejadian cuaca ekstrim akan lebih sering terjadi. Perubahan iklim global diproyeksikan akan berdampak pada produksi pangan. Saat ini negara-negara produsen cenderung mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Arif.

Untuk itu, PISPI mengharapkan pemerintah membuat terobosan dan langkah kongkrit untuk mengatasi ancaman krisis pangan. Insentif dari pemerintah kepada petani wajib diberikan dalam bentuk bantuan benih, pestisida, pupuk dan jaminan harga yang layak bagi petani produsen. Pemerintah, menurut PISPI, juga menerapkan cadangan pangan baik di pusat maupun daerah.

Untuk mengatasi perubahan iklim, PISPI mengusulkan agar pemerintah memberikan petunjuk yang jelas apa yang harus dilakukan oleh petani produsen dalam menghadapi ketidakpastian musim. ”Jangan biarkan petani bergerak sendiri tanpa bimbingan pemerintah,” kata dia.

Ditambahkan Arif, kelangkaan pangan di negeri lumbung pangan seperti Indonesia adalah ironis. Lemahnya keberpihakan pemerintah pada pertanian, dituding sebagai penyebabnya. ”Lihat saja masih diandalkanya produk impor komoditi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Padahal kalau mau kita memiliki berbagai kemampuan untuk mengatasi hal tersebut,” ujar Arif. Impor pangan per tahun menghabiskan devisa negara tak kurang Rp50 triliun.

• VIVAnews

Jurus Pemerintah Antisipasi Krisis Pangan

Upaya stabilisasi yang dilakukan pemerintah adalah memberikan pembebasan bea masuk.

Kenaikan harga pangan dunia terus menjadi perhatian negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan, negara yang bergantung pada beras ini sudah menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk membendung kenaikan yang terus berlanjut. Jurus apa saja yang disiapkan oleh pemerintah?

"Kami sudah berkoordinasi dengan beberapa menteri terkait dan dilanjutkan Rabu tentang stabilisasi pangan," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi bidang Pangan di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Senin, 17 Januari 2011.

Hatta mengatakan, hari ini rapat koordinasi bidang pangan mendengarkan masukan terkait keputusan sebelumnya tentang pentingnya merespons kondisi pangan dunia dan implikasinya terhadap pangan dalam negeri.

Menurut dia, pemerintah telah berupaya melakukan stabilisasi, seperti memberikan pembebasan bea masuk beras, gandum, dan pakan ternak.

"Ini untuk stabilisasi pangan dan inflasi yang harus dijaga," katanya.

Untuk pembebasan bea masuk, Hatta menambahkan, dibutuhkan beberapa peraturan menteri keuangan (PMK) yang terkait dengan kondisi tersebut.

Langkah stabilisasi lain yang diupayakan pemerintah adalah menerbitkan instruksi presiden (Inpres) yang mengatur upaya antisipasi Indonesia terhadap kondisi iklim ekstrim. Inpres ini terkait pembagian benih dan pupuk serta pengadaan subsidi benih.

"Penting juga diatur mengenai reaksi dan respons yang diperlukan bila terjadi sesuatu," ujar Hatta.

Selain itu, pemerintah segera merumuskan penggunaan dana kontingensi senilai Rp3 triliun. Dari dana tersebut, Rp1 triliun akan digunakan untuk stabilisasi pangan dan Rp2 triliun guna antisipasi iklim ekstrim. Saat ini, Inpres sedang dirampungkan dan diharapkan selesai bulan ini.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menambahkan, pemerintah akan fokus pada bahan pokok dan pangan terkait dalam upaya mengantisipasi kenaikan pangan dunia. "Intinya mengacu pada perlindungan stabilisasi harga pangan dan ini menjadi perhatian secara keseluruhan," ujar Mari.• VIVAnews

Dana Lumbung Pangan Merauke Dekati Rp1 T

 Pembangunan infrastruktur jalan dan penataan air Rp800 miliar, pembangkit Rp100 miliar.

 Pemerintah memastikan pembangunan infrastruktur dasar pengembangan lumbung pangan (food estate) di wilayah Papua harus sudah dimulai tahun ini. Untuk pembiayaannya, pemerintah sudah menyiapkan dana cukup besar.

"Kami pada 2011 ini akan membangun infrastruktur dasar dulu. Dana mendekati Rp1 triliun," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Senin, 24 Januari 2011.

Menurut Hatta, infrastruktur dasar yang akan dibangun menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut di antaranya pembangunan jalan, penataan air, serta pembangunan pembangkit untuk energi.
Dana untuk pembangunan infrastruktur jalan dan penataan air sekitar Rp800 miliar, sedangkan pembangkit Rp100 miliar.

Pembangunan food estate ini akan digarap bersama antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Untuk pengembangan lahan, pemerintah diperkirakan membuka sekitar 570 ribu hektare (ha) lahan baru. Lahan tersebut merupakan eks lahan hutan yang sudah dialihfungsikan menjadi areal pertanian. Diharapkan program ini mulai berjalan pada 2014 dengan target utama bahan pangan berupa tebu, kedelai, dan beras.

Selain areal pertanian baru, pemerintah juga berharap pengembangan food estate akan diikuti oleh pembangunan industri penunjang, serta permukiman untuk menunjang program tersebut.

Sumber: VIVAnews

Indonesia Belajar Ketahanan Pangan dari China

Komoditas pangan terutama beras menjadi perhatian pemerintah

Pemerintah merancang sejumlah strategi jangka pendek dan menengah untuk mensukseskan program ketahanan pangan nasional. Untuk mencapai tujuan program tersebut, pemerintah tidak segan-segan belajar dari negara lain.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida S Alisjahbana, mengatakan ketahanan pangan menjadi prioritas pemerintah. Bukan hanya beras, beberapa komoditas pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, dan gula menjadi perhatian pemerintah.

"Komoditas pangan terutama beras menjadi perhatian kami. Dampak perubahan cuaca juga harus diwaspadai," kata Armida di Jakarta, Jumat, 18 Februari 2011.

Pemerintah, menurut dia, menargetkan kenaikan produksi beras sebesar lima persen dibanding tahun lalu. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi jangka pendek dan menengah.

Armida menjelaskan, untuk strategi jangka pendek, pemerintah menargetkan pencetakan sawah baru. Pencetakan sawah baru itu akan dilakukan dari lahan telantar.

Selanjutnya, dari areal persawahan yang ada, upaya yang dijalankan adalah melakukan irigasi teknis. Selain itu, pemerintah akan menggunakan bibit atau benih unggul dan pengadaan pupuk. Strategi lainnya adalah mengeluarkan instruksi presiden (Inpres) tentang pangan.

Sementara itu, untuk strategi jangka menengah dan panjang, menurut dia, dengan meningkatkan produktivitas melalui pemanfaatan lahan yang terbatas, di samping program ekstensifikasi lahan. Lahan baru juga diusahakan terus ditambah di daerah tertentu, tetapi sangat selektif seperti di Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Namun, Armida menjelaskan, jika dibandingkan China, produktivitas beras Negeri Tirai Bambu tersebut sudah 2-3 kali lebih besar dibanding Indonesia. Oleh karena itu, menurut Armida, tidak ada salahnya untuk belajar ke negara lain mengenai teknologi guna meningkatkan produktivitas.

"Kalau ingin meningkatkan produktivitas, tentunya harus ada investasi dari teknologinya. Selain itu harus bisa belajar ke China, Vietnam, dan Thailand," kata Armida. (sj)

Sumber: VIVAnews